struktur bangunan
Struktur
bangunan pada umumnya terdiri dari struktur bawah dan struktur atas. Struktur
bawah yang dimaksud adalah pondasi dan struktur bangunan yang berada di bawah
permukaan tanah, sedangkan yang dimaksud dengan struktur atas adalah struktur
bangunan yang berada di atas permukaan tanah seperti kolom, balok, plat,
tangga. Setiap komponen tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda di dalam
sebuah struktur.
Suatu
bangunan gedung beton bertulang yang berlantai banyak sangat rawan terhadap
keruntuhan jika tidak direncanakan dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan
suatu perencanaan struktur yang tepat dan teliti agar dapat memenuhi kriteria
kekuatan (strenght), kenyamanan (serviceability), keselamatan (safety), dan
umur rencana bangunan (durability) (Hartono, 1999).
Beban-beban
yang bekerja pada struktur seperti beban mati (dead load), beban hidup (live
load), beban gempa (earthquake), dan beban angin (wind load) menjadi bahan
perhitungan awal dalam perencanaan struktur untuk mendapatkan besar dan arah
gaya-gaya yang bekerja pada setiap komponen struktur, kemudian dapat dilakukan
analisis struktur untuk mengetahui besarnya kapasitas penampang dan tulangan
yang dibutuhkan oleh masing-masing struktur (Gideon dan Takim, 1993).
Pada
perencanaan struktur atas ini harus mengacu pada peraturan atau pedoman standar
yang mengatur perencanaan dan pelaksanaan bangunan beton bertulang, yaitu
Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton nomor: SK SNI T-15-1991-03,
Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983, Peraturan Perencanaan Tahan
Gempa Indonesia untuk Gedung tahun 1983, dan lain-lain (Istimawan, 1999).
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan
tujuan dari makalah ini adalah :
1.
Menganalisa
struktur gedung bagian atas.
2.
Mengetahui
komponen-komponen struktur atas gedung
3.
Mengetahui
beban-beban yang bekerja pada struktur atas gedung
1.3 Batasan Masalah
Pada penulisan ini,
pembahasan dibatasi pada analisa struktur gedung bagian atas, komponen-komponen
struktur dan beban-beban yang bekerja pada struktur atas gedung.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan
makalah ini terdiri dari :
1. Bab
1 pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, batasan
masalah serta sistematika penulisan makalah.
2. Bab
2 berisikan uraian pembahasan (isi)
3. Bab
3 penutup
BAB 2
ISI
2.1 Pengertian Struktur Gedung Bagian Atas
Struktur atas suatu gedung adalah
seluruh bagian struktur gedung yang berada di atas muka tanah (SNI 2002).
Struktur atas ini terdiri atas kolom, pelat, balok,dinding geser dan tangga,
yang masing-masing mempunyai peran yang sangat penting.
2.2 Komponen-Komponen Struktur Gedung Bagian Atas
2.2.1. Kolom
Kolom
merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu
bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang
dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh
total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996).
Fungsi kolom adalah sebagai penerus
beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka
tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur
utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup
(manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat
penting, agar bangunan tidak mudah roboh.
SK
SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang
tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang
tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral.
Struktur
dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara
material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan
tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua
material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural
lain seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada
bangunan.
2.2.1.1. Prinsip Desain Kolom
Elemen
struktur kolom yang mempunyai nilai perbandingan antara panjang dan dimensi
penampang melintangnya relatif kecil disebut kolom pendek. Kapasitas
pikul-beban kolom pendek tidak tergantung pada panjang kolom dan bila mengalami
beban berlebihan, maka kolom pendek pada umumnya akan gagal karena hancurnya
material. Dengan demikian, kapasitas pikul-beban batas tergantung pada kekuatan
material yang digunakan. Semakin panjang suatu elemen tekan, proporsi relatif
elemen akan berubah hingga mencapai keadaan yang disebut elemen langsing.
Perilaku elemen langsing sangat berbeda dengan elemen tekan pendek. Perilaku
elemen tekan panjang terhadap beban tekan adalah apabila bebannya kecil, elemen
masih dapat mempertahankan bentuk liniernya, begitu pula apabila bebannya
bertambah. Pada saat beban mencapai nilai tertentu, elemen tersebut tiba-tiba
tidak stabil, dan berubah bentuk menjadi seperti tergambar.
Hal
inilah yang dibuat fenomena tekuk (buckling) apabila suatu elemen struktur
(dalam hal ini adalah kolom) telah menekuk, maka kolom tersebut tidak mempunyai
kemampuan lagi untuk menerima beban tambahan. Sedikit saja penambahan beban
akan menyebabkan elemen struktur tersebut runtuh. Dengan demikian, kapasitas
pikul-beban untuk elemen struktur kolom itu adalah besar beban yang menyebabkan
kolom tersebut mengalami tekuk awal. Struktur yang sudah mengalami tekuk tidak
mempunyai kemampuan layan lagi. Fenomena tekuk adalah suatu ragam kegagalan
yang diakibatkan oleh ketidakstabilan suatu elemen struktur yang dipengaruhi
oleh aksi beban. Kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan dapat terjadi
pada berbagai material. Pada saat tekuk terjadi, taraf gaya internal bisa
sangat rendah. Fenomena tekuk berkaitan dengan kekakuan elemen struktur. Suatu
elemen yang mempunyai kekakukan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan
dengan yang mempunyai kekakuan besar. Semakin panjang suatu elemen struktur,
semakin kecil kekakuannya.
Banyak
faktor yang mempengaruhi beban tekuk (Pcr) pada suatu elemen struktur tekan
panjang. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1 .Panjang Kolom
Pada
umumnya, kapasitas pikul-beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang
elemennya. Selain itu, faktor lain yang menentukan besar beban tekuk adalah
yang berhubungan dengan karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material,
bentuk, dan ukuran penampang).
2. Kekakuan
Kekakuan
elemen struktur sangat dipengaruhi oleh banyaknya material dan distribusinya.
Pada elemen struktur persegi panjang, elemen struktur akan selalu menekuk pada
arah seperti yang diilustrasikan pada di bawah bagian (a). Namun bentuk
berpenampang simetris (misalnya bujursangkar atau lingkaran) tidak mempunyai
arah tekuk khusus seperti penampang segiempat. Ukuran distribusi material
(bentuk dan ukuran penampang) dalam hal ini pada umumnya dapat dinyatakan
dengan momen inersia (I).
3. Kondisi ujung elemen struktur
Apabila
ujung-ujung kolom bebas berotasi, kolom tersebut mempunyai kemampuan
pikul-beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama yang ujung-ujungnya
dijepit. Adanya tahanan ujung menambah kekakuan sehingga juga meningkatkan
kestabilan yang mencegah tekuk. Mengekang (menggunakan bracing) suatu kolom
pada suatu arah juga meningkatkan kekakuan. Fenomena tekuk pada umumnya
menyebabkan terjadinya pengurangan kapasitas pikul-beban elemen tekan. Beban
maksimum yang dapat dipikul kolom pendek ditentukan oleh hancurnya material,
bukan tekuk.
Untuk kolom pada bangunan sederhana bentuk kolom ada
dua jenis yaitu kolom utama dan kolom praktis.
a.
Kolom Utama
Yang
dimaksud dengan kolom utama adalah kolom yang fungsi utamanya menyanggah beban
utama yang berada diatasnya. Untuk rumah tinggal disarankan jarak kolom utama
adalah 3.5 m, agar dimensi balok untuk menompang lantai tidak tidak
begitubesar, dan apabila jarak antara kolom dibuat lebih dari 3.5 meter, maka
struktur bangunan harus dihitung. Sedangkan dimensi kolom utama untuk bangunan
rumah tinggal lantai 2 biasanya dipakai ukuran 20/20, dengan tulangan pokok 8
d12 mm, danbegel d 8-10cm ( 8 d 12 maksudnya jumlah besi beton diameter 12mm 8
buah, 8 – 10 cmmaksudnya begel diameter 8 dengan jarak 10 cm).
b. Kolom Praktis
Adalah
kolom yang berpungsi membantu kolom utama dan juga sebagai pengikat dinding
agardinding stabil, jarak kolom maksimum 3,5 meter,atau pada pertemuan pasangan
bata, (sudutsudut).Dimensi kolom praktis 15/15 dengantulangan beton 4 d 10
begel d 8-20.
Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan dipohusodo,
1994) ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :
1.
Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini
merupakan kolom brton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang,
yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral.
Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh
pada tempatnya. Terlihat dalam gambar 1.
2.
Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan
yang pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah
tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang
kolom. Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap
deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya
kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan
terwujud. Seperti pada gambar 1.(b).
3.
Struktur kolom komposit seperti tampak pada
gambar 1. Merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang
dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan
pokok memanjang
|
2.2.2. Balok
Balok
juga merupakan salah satu pekerjaan beton bertulang. Balok merupakan bagian
struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai dan pengikat kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat
horizontal bangunan akan beban-beban.
Persyaratan
balok menurut PBBI 1971.N.I – 2 hal. 91 sebagai berikut :
a. Lebar
badan balok tidak boleh diambil kurang dari 1/50 kali bentang bersih. Tinggi
balok harus dipilih sedemikian rupa hingga dengan lebar badan yang dipilih.
b. Untuk
semua jenis baja tulangan, diameter (diameter pengenal) batang tulangan untuk
balok tidak boleh diambil kurang dari 12 mm. Sedapat mungkin harus dihindarkan
pemasangan tulangan balok dalam lebih dari 2 lapis, kecuali pada
keadaan-keadaan khusus.
c. Tulangan
tarik harus disebar merata didaerah tarik maksimum dari penampang.
d. Pada
balok-balok yang lebih tinggi dari 90 cm pada bidang-bidang sampingnya harus
dipasang tulangan samping dengan luas minimum 10% dari luas tulangan tarik
pokok. Diameter batang tulangan tersebut tidak boleh diambil kurang dari 8 mm
pada jenis baja lunak dan 6 mm pada jenis baja keras.
e. Pada
balok senantiasa harus dipasang sengkang. Jarak sengkang tidak boleh diambil
lebih dari 30 cm, sedangkan dibagian balok sengkang-sengkang bekerja sebagai
tulangan geser. Atau jarak sengkang tersebut tidak boleh diambil lebih dari 2/3
dari tinggi balok. Diameter batang sengkang tidak boleh diambil kurang dari 6
mm pada jenis baja lunak dan 5 mm pada jenis baja keras.
2.2.3. Plat Lantai
Plat
lantai adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung, jadi merupakan
lantai tingkat. Plat lantai ini didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada
kolom-kolom bangunan.
Ketebalan
plat lantai ditentukan oleh :
a.
Besar
lendutan yang diijinkan
b.
Lebar
bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung
c.
Bahan
konstruksi dan plat lantai
Berdasarkan aksi strukturalnya, pelat dibedakan menjadi empat
(Szilard, 1974)
a.
Pelat kaku
Pelat kaku
merupakan pelat tipis yang memilikki ketegaran lentur (flexural rigidity), dan
memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama dengan momen dalam (lentur dan
puntir) dan gaya geser transversal, yang umumnya sama dengan balok. Pelat yang
dimaksud dalam bidang teknik adalah pelat kaku, kecuali jika dinyatakan lain.
b.
Membran
Membran merupakan
pelat tipis tanpa ketegaran lentur dan memikul beban lateral dengan gaya geser
aksial dan gaya geser terpusat. Aksi pemikul beban ini dapat didekati dengan
jaringan kabel yang tegang karena ketebalannya yang sangat tipis membuat daya tahan
momennya dapat diabaikan.
c.
Pelat flexibel
Pelat
flexibel merupakan gabungan pelat kaku dan membran dan memikul beban luar
dengan gabungan aksi momen dalam, gaya geser transversal dan gaya geser
terpusat, serta gaya aksial. Struktur ini sering dipakai dalam industri ruang
angkasa karena perbandingan berat dengan bebannya menguntungkan.
d.
Pelat tebal
Pelat tebal
merupakan pelat yang kondisi tegangan dalamnya menyerupai kondisi kontinu tiga
dimensi
Bahan
untuk Plat lantai dapat dibuat dari :
a.
Plat Lantai Kayu
Ukuran Lebar papan umumnya 20-30cm. Tebal papan
ukuran 2-3cm, dengan jarak balok-balok pendukung antara 60-80cm. Ukuran balok
berkisar antara 8/12, 8/14, 10/14. Untuk bentangan 3-3,5cm. Balok-balok kayu
ini dapat diletakkan diatas pasangan bata 1 batu atau ditopang oleh balok
beton. Bahan kayu yang dipaki harus mempunyai berat jenis antara 0,6-0,8 (t/m3)
atau dari jenis kayu kelas II.
Keuntungannya :
1.
Harga
relative murah, berarti biaya bangunan rendah
2.
Mudah
dikerjakan, berarti pekerjaan lebih cepat selesai
3.
Beratnya
ringan, berarti menghemat ukuran fondasi
Kerugiannya :
1.
Hanya
boleh untuk konstruksi bangunan sederhana dengan beban ringan ringan
2.
Bukan
peredam suara yang baik
3.
Sifat
bahan “permeable” ( rembes air ), jadi tidak dapat dibuat KM/WC di lantai atas
4.
Mudah
terbakar, jadi tidak dapat membuat dapur dilantai atas
5.
Tidak
dapat dipasang keramik
6.
Dapat
dimakan bubuk atau serangga, berarti keawetan bahan terbatas
7.
Mudah
rusak oleh pengaruh cuaca yang berubah-ubah.
b.
Plat
Lantai Beton
Dipasang
tulangan baja pada kedua arah, tulangan silang, untuk menahan momen tarik dan
lenturan. Untuk mendapatkan hubungan jepit-jepit, tulangan plat lantai harus
dikaitkan kuat pada tulangan balok penumpu. Perencanaan dan hitungan plat
lantai dan beton bertulang, harus mengikuti persyaratan yang tercantum dalam
buku SNI I Beton 1991.
Beberapa
persyaratan tersebut antara lain :
a. Plat
lantai harus mempunyai tebal sekurang-kurangnya 12cm, sedangkan untuk plat atap
sekurangkurangnya7cm
b. Harus
diberi tulangan silang dengan diameter minimum 8mm dari baja lunak atau baja
sedang
c. Pada
plat lantai yang tebalnya > 25cm harus dipasang tulangan rangkap atas bawah
d. Jarak
tulangan pokok yang sejajar tidak kurang dari 2,5cm dan tidak lebih dari 20cm
atau dua kalitebal plat lantai, dipilih yang terkecil
e. Semua
tulangan plat harus terbungkus lapisan beton setebal minimum 1cm, untuk
melindungi bajadari karat, korosi atau kebakaran
f. Bahan
beton untuk plat harus dibuat dari campuran 1semen : 2pasir : 3kerikil + air,
bila untuk lapiskedap air dibuat dari campuran 1semen : 1 ½ pasir : 2 ½ kerikil
+ air secukupnya.
Plat-lantai
beton dapat dibuat menerus/menjadi satu dengan plat luifel dengan balok penumpu
sebagai pembatasnya.
c.
Plat
Lantai Yumen ( Kayu Semen )
Plat
lantai kayu semen ini dibuat dari potongan kayu apa saja dan kecil-kecil yang
kemudian dicampur semenyang berukuran 90cm x 80cm. plat lantai yumen ini masih
jarang digunakan karena termasuk bahan bangunan yang baru dan yumen ini buatan
dari Pabrik Semen Gresik.
Cara
Pemasangan Yumen :
Sebelum
dipasangi yumen, dack yang akan dibuat dipasangi kayu bangkirai 5/7 dengan
panjang yangsudah diatur dengan jarak 40cm. Kayu yang berjejer tersebut
ditumpangi ring balk dan dicor, setelah itu lembaran yumen dipasang berjejer
rapat diatas kayu tersebut lalu dibaut. Kemudian diatas yumen baru diberi rabat
beton (1pc : 2ps : 3kr), setelah kering dipasang keramik, kalau dilihat dari
bawah, kayu tersebut tampak seperti utuh. Untuk itu kayu tersebut bisa dipakai
sebagai kayu ekspos (bisa dipolitur).
2.2.3.1. Sistem Pelat Satu Arah
Pada
bangunan bangunan beton bertulang, suatu jenis lantai yang umum dan dasar
adalah tipe konstruksi pelat balok-balok induk (gelagar). Dimana permukaan
pelat itu dibatasi oleh dua balok yang bersebelahan pada sisi dan dua gelagar
pada kedua ujung. Pelat satu arah adalah pelat yang panjangnya dua kali atau
lebih besar dari pada lebarnya, maka hampir semua beban lantai menuju ke
balok-balok dan sebagian kecil saja yang akan menyakur secara langsung ke
gelagar.
Kondisi
pelat ini dapat direncanakan sebagai pelat satu arah dengan tulangan utama
sejajar dengan gelagar atau sisi pendek dan tulangan susut atau suhu sejajar
dengan balok-balok atau sisi panjangnya. Permukaan yang melendut dari sistem
pelat satu arah mempunyai kelengkungan tunggal. Sistem pelat satu arah dapat
terjadi pada pelat tunggal maupun menerus, asal perbandingan panjang bentang
kedua sisi memenuhi.
2.2.3.2. Sistem Pelat Dua Arah
Sistem
pelat dua arah dapat terjadi pada pelat tunggal maupun menerus, asal
perbandingan panjang bentang kedua sisi memenuhi. Persyaratan jenis pelat
lantai dua arah jika perbandingan dari
bentang panjang terhadap bentang pendek kurang dari dua
Beban
pelat lantai pada jenis ini disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok
pendukung, akibatnya tulangan utama pelat diperlukan pada kedua arah sisi
pelat. Permukaan lendutan pelat mempunyai kelengkungan ganda.
2.2.4. Tangga
Tangga
merupakan suatu komponen struktur yang terdiri dari plat, bordes dan anak
tangga yang menghubungkan satu lantai dengan lantai di atasnya. Tangga
mempunyai bermacam-macam tipe, yaitu tangga dengan bentangan arah horizontal,
tangga dengan bentangan ke arah memanjang, tangga terjepit sebelah (Cantilever
Stairs) atau ditumpu oleh balok tengah., tangga spiral (Helical Stairs), dan
tangga melayang (Free Standing Stairs).
Bagian-Bagian
struktur tangga :
a.
Ibu Tangga
Bagian konstruksi pokok yang berfungsi mendukung anak tangga. Ibu
tangga dapat merupakan konstruksi yang menjadi satu dengan rangka bangunannya.
Jenis-jenis
tangga menurut strukturnya :
a.
Tangga Plat
Tangga
dengan faktor pendukung berupa plat (biasanya berupa plat beton bertulang).
Diatas tangga plat tangga yang miring ini terdapat anak tangga.
b.
Tangga Balok
Tangga dengan struktur pendukung berupa balok (dapat berupa balok
beton bertulang, kayu atau baja profil)
c.
Tangga kantilever
Anak-anak tangga berupa kantilever yang terjepit salah satu
ujungnya di dalam dinding atau balok.
Persyaratan pembuatan tangga adalah sebagai berikut :
1.
Lebar
tangga dan bordes memenuhi kebutuhan
2.
Panjang
tangga cukup, sehingga dapat memberikan aantrede optrede yang proporsional,
aman dan nyaman.
3.
Sandaran
yang cukup kuat dan aman
4.
Memenuhi
persyaratan struktural.
2.2.5. Dinding Geser
Dinding Geser (shear wall) adalah suatu struktur balok kantilever
tipis yang langsing vertikal, untuk digunakan menahan gaya lateral. Biasanya
dinding geser berbentuk persegi panjang, Box core suatu tangga, elevator atau
shaft lainnya. Dan biasanya diletakkan di sekeliling lift, tangga atau shaft
guna menahan beban lateral tanpa mengganggu penyusunan ruang dalam bangunan.
Usaha untuk memonolitkan antara profil dengan beton pada struktur
dinding geser, diberikan kabel pada dinding yang berupa baja mutu tinggi.
Dengan pemberian profil sebagai tambahan untuk pengaku dalam menahan gaya
lateral. Dinding geser dengan penambahan profil memberikan hasil kapasitas yang
jauh lebih besar dibandingkan penampang dinding geser biasa dengan selisih beda
100% yang bisa dilihat pada diagram interaksi momen (Mn) dan beban axial(Pn).
Perbedaan tersebut didapat dengan menarik garis linear pada diagram tersebut.
Didapat momen pada dinding geser tanpa profil sebesar Mn = 25000 KNm, sedangkan
momen pada dinding geser dengan profil sebesar Mn =50000 KNm.
Dengan adanya dinding geser yang kaku pada
bangunan, sebagian besar beban gempa akan terserap oleh dinding geser tersebut.
Menurut Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI
03-2847-2006 (Purwono et al., 2007), perencanaan geser pada dinding structural untuk
bangunan tahan gempa didasarkan pada besarnya gaya dalam yang terjadi akibat beban
gempa. Namun, dalam prakteknya masih terdapat keraguan akan keandalan hasil
desain dinding geser berdasarkan konsep ini. Hal ini menyebab kan masih disyaratkannya
konsep desain kapasitas untuk perencanaan dinding geser dalam berbagai proyek gedung
tinggi di Indonesia. Menurut konsep desain kapasitas, kuat geser dinding didesain
berdasarkan momen maksimum yang paling mungkin terjadi di dasar dinding.
Dalam prakteknya dinding geser selalu dihubungkan
dengan system rangka pemikul momen pada gedung. Dinding struktural yang umum digunakan
pada gedung tinggi adalah dinding geser kantilever dan dinding geser berangkai.
Berdasarkan SNI 03-1726-2002 (BSN, 2002), dinding geser beton bertulang kantilever
adalah suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk memikul
beban geser akibat pengaruh gempa rencana. Kerusakan pada dinding ini hanya boleh
terjadi akibat momen lentur (bukan akibat gaya geser), melalui pembentukkan sendi
plastis di dasar dinding.
Penempatan
dinding geser ada 2 macam :
- Dinding geser sebagai dinding tunggal
- Dinding geser yang disusun membentuk core (inti).
Jenis
dinding geser berdasarkan variasi susunan dinding geser dalam denah dibagi atas
:
- Dinding geser sebagai dinding eksterior
- Dinding geser sebagai dinding interior
- Dinding geser simetri
- Dinding geser asimetri
- Dinding geser penuh selebar bangunan
- Dinding geser hanya sebagian dari lebar bangunan
2.2.6.
Atap
Atap adalah bagaian paling atas dari
suatu bangunan, yang melilndungi gedung dan penghuninya secara fisik maupun
metafisik (mikrokosmos/makrokosmos).
Permasalahan
atap tergantung pada luasnya ruang yang harus dilindungi, bentuk dan konstruksi
yang dipilih, dan lapisan penutupnya. Di daerah tropis atap merupakan salah
satu bagian terpenting. Struktur atap terbagi
menjadi rangka atap dan penopang rangka atap. Rangka atap berfungsi menahan
beban dari bahan penutup. Penopang rangka atap adalah balok kayu / baja yang
disusun membentuk segitiga,disebut dengan istilah kuda-kuda.
2.2.6.1.
Fungsi dan Bagian Atap
Fungsi
|
|
Mencegah terhadap pengaruh :
·
Angin
·
Bobot sendiri
·
Curah hujan
·
Melindungi ruang bawah,
manusia serta elemen bangunan dari pengaruh cuaca
·
Hujan
·
Sinar cahaya matahari
·
Sinar panas matahari
·
Petir dan bunga api
penerbangan
|
2.2.6.2.
Komponen
Atap
|
2.2.6.3.
Kuda
– kuda
Kontruksi kuda-kuda adalah suatu
komponen rangka batang yang berfungsi untuk mendukung beban atap termasuk juga
beratnya sendiri dan sekaligus dapat memberikan bentuk pada atapnya. Kuda –
kuda merupakan penyangga utama pada struktur atap. Umumnya kuda-kuda terbuat
dari :
·
Kuda-kuda kayu
Digunakan
sebagai pendukung atap dengan bentang sekitar 12 m.
·
Kuda-kuda bambu
Pada
umumnya mampu mendukun beban atap sampai dengan 10 m.
·
Kuda-kuda baja
Sebagai
pendukung atap, dengan sistem frame work atau lengkung dapar mendukung beban
atap sampai beban atap sampai dengan bentang 75 m, seperti pada hanggar
pesawat, stadion olahraga, bangunan pabrik, dan lain-lain.
·
Kuda-kuda dari
beton bertulang
Dapat
digunakan pada atap dengan bentang sekitar 10 hingga 12 m.
Pada dasarnya konstruksi kuda-kuda terdiri dari
rangkaian batang yang selalu membentuk segitiga. Kuda-kuda diletakkan di atas
dua tembok selaku tumpuannya. Perlu diperhatikan bahwa tembok diusahakan tidak
menerima gaya horizontal maupun momen, karena tembok hanya mampu menerima beban
vertikal saja. Kuda-kuda diperhitungkan mampu mendukung beban-beban atap dalam
satu luasan atap tertentu. Beban-beban yang dihitung adalah beban mati (yaitu
berat penutup atap, reng, usuk, gording, kuda-kuda) dan beban hidup (angin, air
hujan, orang pada saat memasang/memperbaiki atap).
2.2.6.4.
Tipe-tipe
Kuda-kuda
a.
Tipe
Pratt
b.
Tipe
Howe
c.
Tipe
Fink
d.
Tipe
Bowstring
e.
Tipe
Sawtooth
f.
Tipe
Waren
2.2.6.5.
Bentuk-bentuk
Kuda-kuda
Berikut
ditampilkan bentuk kuda-kuda berdasarkan bentang kuda-kuda dan jenis bahannya,
yaitu :
a.
Bentang
3-4 Meter
Digunakan
pada bangunan rumah bentang sekitar 3 sampai dengan 4 meter, bahannya dari
kayu, atau beton bertulang.
b.
Bentang
4-8 Meter
Untuk
bentang sekitar 4 sampai dengan 8 meter, bahan dari kayu atau beton bertulang.
c.
Bentang
9-16 Meter
Untuk bentang 9
sampai dengan 16 meter, bahan dari baj (double
angle).
d.
Bentang
20 Meter
Bentang
maksimal sekitar 20 meter, bahan dari baja (double
angle) dan kuda-kuda atap sebagai loteng, bahan dari kayu.
e.
Kuda-Kuda
Baja Profil Siku
f.
Kuda-Kuda
Gabel Profil WF
g.
Kuda-Kuda
dalam Penerapan
h.
Kuda-Kuda
Sistem Knock Down
Kuda-kuda
sistem knock down merupakan terobosan
baru untuk mendirikan rumah instan. Bentuk kuda-kuda sangat sederhana dan
terbuat dari papan. Tipe kuda-kuda tersebut diperkenalkan dalam rangka
pendirian rumah untuk korban bencana alam yang terjadi di aceh tanggal 26
desember 2004 dan dikenal dengan rumah tipe RI-A.
2.3. Beban-beban Pada Struktur Bangunan Bertingkat
Beban-beban
pada struktur bangunan bertingkat, menurut arah bekerjanya dapat dibagi menjadi
dua, yaitu : (PPI, 1983)
1.
Beban Vertikal (Gravitasi)
a.
Beban mati (Dead Load)
Beban
mati adalah berat dari semua bagian bangunan yang bersifat tetap, termasuk
segala unsur tambahan, pekerjaan pelengkap (finishing), serta alat atau mesin
yang merupakan bagian tak terpisahkan dari rangka bangunannya (PPI, 1983).
Beban
mati merupakan berat sendiri bangunan yang senantiasa bekerja sepanjang waktu
selama bangunan tersebut ada atau sepanjang umur bangunan. Pada perhitungan
berat sendiri ini, seorang analisis struktur tidak mungkin dapat menghitung
secara tepat seluruh elemen yang ada dalam konstruksi, seperti berat plafond,
pipa-pipa ducting, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam menghitung berat
sendiri konstruksi ini dapat meleset sekitar 15 % - 20 % (Soetoyo, 2000).
b.
Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup adalah berat dari penghuni dan atau barang-barang yang
dapat berpindah, yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Sedangkan pada
atap, beban hidup termasuk air hujan yang menggenang (Benny, 1996).
Beban gravitasi pada bangunan yang berupa beban mati dan beban
hidup ini akan diterima oleh lantai dan atap bangunan, kemudian didistribusikan
ke balok anak dan balok induk. Setelah itu akan diteruskan ke kolom dan ke
pondasi.
Bentuk pendistribusian beban dari plat terhadap balok dalam bentuk
trapesium maupun segitiga dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar
: Distribusi Beban Pada Balok.
5.
Beban Horizontal (Lateral)
a.
Beban Gempa (Earthquake)
Beban
gempa adalah besarnya getaran yang terjadi di dalam struktur rangka bangunan
akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa. Pertama kali di Indonesia ketetapan
perencanaan gempa untuk bangunan dimasukkan dalam Peraturan Muatan Indonesia
1970, lalu peraturan ini diperbaharui dengan diterbitkannya Peraturan
Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung 1983.
Pada
dasarnya ada dua metode Analisa Perencanaan Gempa, yaitu : (Soetoyo, 2000)
·
Analisis
Beban Statik Ekuivalen (Equivalent Static Load Analysis).
Analisis ini adalah suatu cara analisa struktur, dimana pengaruh
gempa pada struktur dianggap sebagai beban statik horizontal untuk menirukan
pengaruh gempa yang sesungguhnya akibat gerakan tanah. Metode ini digunakan
untuk bangunan struktur yang beraturan dengan ketinggian tidak lebih dari 40 m.
·
Analisis
Dinamik (Dynamic Analysis).
·
Metode
ini digunakan untuk bangunan dengan struktur yang tidak beraturan. Perhitungan
gempa dengan analisis dinamik ini terdiri dari :
§
Analisa
Ragam Spektrum Respons
Analisa
Ragam Spektrum Respons adalah Suatu cara analisa dinamik struktur, dimana suatu
model dari matematik struktur diberlakukan suatu spektrum respons gempa
rencana, dan berdasarkan itu ditentukan respons struktur terhadap gempa rencana
tersebut.
§
Analisa
Respons Riwayat Waktu
Analisa
Respons Riwayat Waktu adalah suatu cara analisa dinamik struktur, dimana suatu
model matematik dari struktur dikenakan riwayat waktu dari gempa-gempa hasil
pencatatan atau gempa-gempa tiruan terhadap riwayat waktu dari respons struktur
ditentukan.
b.
Beban Angin (Wind Load)
Beban
angin adalah beban yang bekerja pada bangunan atau bagiannya karena adanya
selisih tekanan udara (hembusan angin kencang). Beban angin ini ditentukan
dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan angin),
yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang bangunan yang ditinjau (Benny,
1996).
c.
Tekanan Tanah dan Air Tanah
Selain
beban-beban tersebut diatas, masih ada beban lain yang perlu diperhitungkan,
yaitu : (Soetoyo, 2000)
1.
Beban Temperatur
Beban
akibat temperatur ini perlu diperhitungkan jika letak bangunannya berada di
daerah yang perbedaan temperaturnya sangat tinggi.
2.
Beban Konstruksi (Construction Load)
Beban
konstruksi ini timbul pada saat pelaksanaan pembangunan fisik gedung.
BAB
3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.
Struktur atas
suatu gedung adalah seluruh bagian struktur gedung yang berada di atas muka
tanah (SNI 2002)
2.
Struktur atas
ini terdiri atas kolom, pelat/lantai, balok,dinding geser dan tangga, yang
masing-masing mempunyai peran yang sangat penting.
3.
Beban-beban
pada struktur bangunan bertingkat, menurut arah bekerjanya dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
a.
Beban
Vertikal (Gravitasi)
§
Beban
mati (Dead Load)
§
Beban
hidup (Live Load)
§
Beban
Air Hujan
b.
Beban
Horizontal (Lateral)
§ Beban Gempa (Earthquake)
§ Beban angin (Wind Load)
§ Tekanan Tanah dan Air Tanah
3.2. Saran
§ Dalam pembuatan suatu gedung, selain memperhatikan faktor struktur
bagian bawah, juga harus memperhatikan struktur gedung bagian bawah.
§ Suatu bangunan gedung beton bertulang yang berlantai banyak sangat
rawan terhadap keruntuhan jika tidak direncanakan dengan baik. Oleh karena itu,
diperlukan suatu perencanaan struktur yang tepat dan teliti agar dapat memenuhi
kriteria kekuatan (strenght), kenyamanan (serviceability), keselamatan
(safety), dan umur rencana bangunan (durability).
DAFTAR
PUSTAKA
A.G
Tamrin.2008. Teknik Konstruksi Bangunan
Gedung jilid 2 untuk SMK. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Departemen
Pendidikan Nasional